UT Gelar Bedah Buku Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta

Universitas Terbuka (UT) menggelar bedah buku berjudul ‘Membumikan Ide dan Gagasan Soekarno-Hatta’, Rabu (21/12/2022) di UT Convention Center, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten.

Acara dihadiri Rektor UT Prof Ojat Darojat, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, sejarawan Bonnie Triyana, Wakil Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Karjono serta seluruh rektor dan guru besar yang terlibat dalam penulisan buku tersebut.

Buku setebal 224 halaman itu diterbitkan UT dan ditulis oleh 23 rektor dan guru besar yang tergabung dalam Asosiasi Rektor Merah Putih. Para editor antara lain Ojat Darojat, Fatah Sulaiman, Nurhasan, Fathur Rokhman, Ganefri, dan Miftahil Ilmi.

Dalam bedah buku, Rektor Universitas Sutan Ageng Tirtayasa (Untirta), Fatah Sulaiman bertindak sebagai moderator. Pembahas adalah Wakil Ketua BPIP Dr Karjono dan Sejarawan Bonnie Triyana.

Dalam buku tersebut ada epilog oleh Hasto Kristiyanto, prolog oleh Megawati Soekarnoputri dan Mendikbudristek Nadiem Makariem menuliskan sambutannya.

Rektor Universitas Terbuka, Prof.Dr. Ojat Darojat menyatakan buku tersebut memberikan ruang pendalaman pembelajaran terhadap bagaimana supaya Pancasila sebagai ideologi negara, menjadi landasan hidup yang benar, dapat dipertahankan dan diwariskan lintas generasi.

“Oleh karena itu para rektor menganggap penting untuk menuliskan gagasan Soekarno-Hatta dari berbagai perspektif dan jadi referensi penting dan warna sejarah perjalanan bangsa ke depan,” kata Ojat.

Menurutnya, buku itu juga sebagai upaya para rektor berbagi ilmu pengetahuan (knowledge sharing), referensi bagi kita agar dapat paham dan implementasikan nilai luhut bangsa, agar jadi ciri bangsa Indonesia membangun peradaban bangsa kita ke depan,” pungkas Ojat.

Hasto Kristiyanto dalam sambutannya mengatakan, buku ‘Membumikan Ide dan Gagasan Soekaeno-Hatta’, memberi pelajaran penting soal bagaimana mahasiswa dan anak muda Indonesia jangan berada di zona nyaman. Bahwa menjadi pemimpin dalam kehidupan itu takkan mungkin terjadi tanpa meniti jalan intelektual.

“Buku ini mengajarkan kita bahwa kita belajar menjadi pemimpin harus didasari oleh jalan intelektual. Tak ada pemimpin bangsa mendisain masa depan diri dan bangsanya tanpa terlebih dahulu membaca buku, berdiakektika dalam alam pikir, membenturkan dengan persoalan bangsa, dan membangun daya imajinasi masa depan. Tradisi intelektual Soekarno-Hatta juga sama,” kata Hasto.

Lewat buku, keduanya tokoh bangsa ini mampu menghadapi jalan terjal dan berliku, entah dibuang atau dipenuljara.

“Kekuatannya berasal dari kemampuan melihat masa depan akibat pembelajaran mendalam atas sejarah bangsa, bagaimana dunia bergerak, lewat buku-buku,” imbuh Hasto.

Pelajaran selanjutnya adalah soal falsafah merdeka belajar, bahwa mahasiswa dan anak muda Indonesia harus keluar dari menara gading intelektual yang elitis dan di awang-awang. Bahwa pendidikan harus dipastikan benar-benar membumi untuk menjawab persoalan yang dihadapi rakyat.

“Dengan buku ini, terbangun spirit agar kita membedah masalah hidup kita dengan ilmu. Kalau teman mahasiswa mampu galang ide, imajinasi, dan spirit, maka anda akan mampu merumuskan bagaimana masa depan diri sendiri, bangsa dan negara anda,” urai Hasto.

“Alangkah hebatnya jika kampus bisa menggembleng mahasiswanya agar kuasai iptek, karena itulah jalan terbaik bagi kemajuan bangsa. Tak ada jalan terbaik kemajuan bangsa tanpa mengusai iptek yang membumi,” tambah Hasto.

Berikutnya, Hasto mengatakan buku ini mengajarkan mengenai dedication of life bagi bangsa dan negara. Dengan mempelajari Soekarno-Hatta, mahasiswa diharap bisa mentradisikan kepemimpinan intelektual dengan membaca buku, diskusi, percobaan ilmiah yang kokrit.

“Sehingga lewat kampus, kita siapkan masa depan Indonesia Raya,” imbuh Hasto.

Hasto juga menyinggung soal filosofi merdeka belajar yang juga dibahas di buku itu. Menurutnya, pendidikan merdeka adalah intisari dari upaya panjang mengapa Indoenesia harus merdeka. Yakni bagaimana pendidikan pada ujungnya harus bisa membebaskan rakyat dari segala permasalahan.

Maka filosofi pendidikan merdeka adalah pendidikan yang membebaskan; yang mencerdaskan bangsa; sekaligus membebaskan bangsa dari konservatisme, dari kekolotan, dan dari kebodohan.

“Inti sari dari seluruh tulisan tentang filosofi merdeka belajar, Islam dan nasionalisme, gotong royong, kebudayaan membangun karakter bangsa, bagaimana membangun masa depan; itu semua berakar bahwa ilmu pengetahuan bagi para pendiri bangsa khususnya Bung Karno dan Bung Hatta, Itu dipakai untuk kemanusiaan,” ujar Hasto.

Wakil Ketua BPIP, Dr. Karjono berharap agar pengembangan iptek di Indonesia konsisten pada haluan ideologi Pancasila. Dia pun menitipkan pesan agar kalangan kampus untuk ikut kerja dan bisa bersatu.

“Artinya kerja, keras, kerja, lebih keras dan kerja lebih keras lagi. Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas. Dengan tuntas dan kerja prioritas, katanya.(J02)