Tangerang Selatan — Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Terbuka (UT) sukses menyelenggarakan Temu Ilmiah Nasional Guru (TING) XVII Tahun 2025 di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC), Sabtu (22/11/2025). Mengusung tema “Deep Learning dalam Pendidikan: Membangun Generasi Berkarakter dan Pembelajar Sepanjang Hayat”, kegiatan ini menghadirkan para pakar pendidikan nasional dan internasional, serta diikuti lebih dari seribu peserta yang terdiri atas guru, dosen, mahasiswa, dan pemerhati pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia. Selain hadir secara langsung, peserta juga mengikuti kegiatan ini secara daring melalui UT TV dan berbagai kanal digital UT.
Sebagai pembicara utama, Arif Jamali, M.Pd., Staf Khusus Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Bidang Pembelajaran dan Sekolah Unggul, menegaskan bahwa pembelajaran mendalam (deep learning) harus berangkat dari semangat memuliakan seluruh warga belajar. Dalam pendekatan ini, guru dan peserta didik saling menghargai martabat serta mengembangkan potensi masing-masing dengan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan.

Arif merumuskan tiga prinsip utama pembelajaran mendalam, yaitu:
- Berkesadaran, di mana peserta didik aktif meregulasi diri dan memahami tujuan belajarnya;
- Bermakna, ketika materi pembelajaran terhubung dengan konteks kehidupan nyata; dan
- Menggembirakan, melalui suasana belajar yang positif, menantang, dan memotivasi.
Pembelajaran mendalam, menurutnya, harus menyentuh olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga agar melahirkan lulusan yang beriman, berkarakter, kritis, kreatif, kolaboratif, serta siap menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Dari sisi kebijakan profesi pendidik, Ferry Maulana Putra, M.Ed., dari Direktorat Pendidikan Profesi Guru, Ditjen GTK Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, memaparkan perkembangan dan arah kebijakan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dalam lima tahun terakhir, jumlah guru bersertifikat pendidik mengalami peningkatan signifikan, dengan target seluruh guru di Indonesia tersertifikasi pada rentang 2026–2029.
Ferry menegaskan tiga pilar utama standar profesional guru, yakni kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik. Ia juga menjelaskan bahwa skema PPG Dalam Jabatan dan PPG Calon Guru dirancang untuk menjawab kebutuhan riil di lapangan, sekaligus membuka berbagai jalur karier, mulai dari Guru Tetap Yayasan (GTY), guru ASN di pemerintah daerah, hingga pendidik di kementerian dan lembaga lainnya.
Perspektif global mengenai deep learning dan pendidikan karakter di era digital disampaikan oleh Prof. Muhammad Ali, Ph.D. dari University of California, Riverside. Ia menegaskan bahwa pendekatan deep learning membuka ruang bagi pendidikan karakter yang lebih reflektif, personal, dan kontekstual, terutama di tengah pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) di dunia pendidikan.
Namun, integrasi AI harus berpijak pada etika kemanusiaan. AI, menurut Prof. Ali, harus ditempatkan sebagai alat bantu, bukan pengganti kebijaksanaan moral manusia. Ia menekankan pentingnya penguatan kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang meliputi kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial agar kemajuan teknologi tidak mengikis nilai-nilai kemanusiaan.
Ia juga menyoroti sejumlah tantangan era digital, seperti perundungan siber, ujaran kebencian, melemahnya kualitas relasi sosial, tekanan kesehatan mental, serta pengaruh algoritma yang tidak selalu netral. Karena itu, guru perlu memperkuat literasi digital sebagai literasi etis, yang memadukan kecakapan teknologi dengan kesadaran moral dan kemampuan berpikir kritis.

Sementara itu, Prof. Udan Kusmawan, Ph.D. dari FKIP Universitas Terbuka mengulas tema “Deep Learning dan Perannya dalam Transisi Pendidikan di Era AI”. Ia mengajak peserta menelusuri evolusi paradigma pendidikan, mulai dari fase skolastik dan klasik, pencerahan, pendidikan progresif, fase kritis–humanistik dan global–postmodern, hingga kini memasuki era pendidikan masa depan yang ditandai oleh simbiosis manusia–teknologi, big data, dan kecerdasan buatan.
Dalam konteks perkembangan pengetahuan, Prof. Udan menggambarkan perjalanan dari Trivium dan Quadrivium, revolusi ilmiah, fragmentasi disiplin modern, hingga upaya “penyatuan kembali pengetahuan” yang kini difasilitasi oleh AI. Di sinilah deep learning berperan sebagai jembatan untuk menghubungkan berbagai disiplin ilmu, mengintegrasikan data dan nilai, serta membangun pemahaman yang utuh dan kontekstual pada peserta didik.
Ia juga melakukan jajak pendapat interaktif secara daring. Hasil awal menunjukkan mayoritas peserta berada pada usia produktif 26–45 tahun, dan lebih dari 80 persen responden telah mengenal serta pernah menggunakan AI generatif seperti ChatGPT, Khanmigo, atau Gemini. Sekitar seperempat di antaranya bahkan telah memanfaatkannya secara rutin. Temuan ini menegaskan bahwa komunitas guru dan mahasiswa yang hadir pada TING XVII telah memasuki fase baru pemanfaatan AI, sehingga diskusi tentang deep learning dan etika teknologi menjadi semakin relevan.
Sesi tanya jawab turut memperkaya diskusi. Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana memastikan model problem solving betul-betul mendorong berpikir mendalam, Prof. Muhammad Ali menekankan pentingnya penggunaan rubrik penilaian yang fokus pada proses berpikir, bukan semata hasil akhir. Guru perlu menilai bagaimana peserta didik mengenali masalah, memilih strategi, merefleksikan keberhasilan maupun kegagalannya, serta mampu menuliskan alur berpikirnya secara sadar.
Terkait kekhawatiran bahwa AI dapat menggantikan proses pembentukan karakter, Ferry Maulana menegaskan bahwa PPG dirancang untuk membekali guru agar adaptif terhadap perubahan kurikulum dan perkembangan teknologi, termasuk dalam rentang 10–20 tahun ke depan. Dengan fokus pada penguatan nilai, kesadaran etis, dan pembelajaran mendalam, AI justru diharapkan menjadi sarana penguat, bukan pelemah karakter peserta didik.
Para peserta juga mempertanyakan risiko plagiarisme dan ketergantungan berlebihan pada AI. Prof. Udan mengajak guru dan mahasiswa menggunakan AI bukan sekadar untuk mencari jawaban instan, melainkan sebagai alat untuk berkarya dan mencipta, seperti merancang tugas, simulasi, proyek, hingga artefak pembelajaran. Ia menegaskan pentingnya menanamkan akhlak, adab, kejujuran, tanggung jawab, dan transparansi dalam setiap pemanfaatan teknologi.
Selain sesi pleno, TING XVII juga diramaikan dengan sesi paralel presentasi makalah guru, dosen, dan mahasiswa dari berbagai daerah. Berbagai inovasi pembelajaran berbasis proyek, konteks lokal, serta pemanfaatan teknologi ditampilkan sebagai wujud praktik baik yang dapat direplikasi dan dikembangkan lebih luas.
Salah satu momen penting adalah pengumuman pemenang Lomba Inovasi Pembelajaran dan Kreativitas Mahasiswa Nasional (LIPKMN) 2025 serta EduSpark International Competition (EIC) 2025. Karya-karya unggulan berupa media pembelajaran kreatif, modul digital, proyek kolaboratif lintas disiplin, serta inovasi berbasis AI mendapat apresiasi sebagai bentuk dukungan FKIP UT terhadap lahirnya pendidik muda yang inovatif, adaptif, dan responsif terhadap tantangan zaman.
TING XVII 2025 juga menjadi panggung peluncuran dua buku kolaboratif dosen, mahasiswa, dan alumni FKIP Universitas Terbuka:
- “Project Based Learning in Action: Inovasi Pembelajaran Guru dan Mahasiswa FKIP Universitas Terbuka”, yang mendokumentasikan praktik nyata pembelajaran berbasis proyek, lengkap dengan desain, implementasi, dan refleksi.
- “Nyala Daya Juang Para Guru Bangsa: Kisah Inspiratif Mahasiswa FKIP, Seri 3”, yang memotret perjuangan guru dan mahasiswa UT dalam mengabdi di wilayah pelosok, membangun inovasi, dan menumbuhkan budaya belajar yang humanis dan inklusif.
Peluncuran buku serta penghargaan LIPKMN–EIC menegaskan bahwa TING XVII bukan sekadar seminar, melainkan sebuah ekosistem produksi pengetahuan, refleksi, dan kolaborasi. Melalui gagasan para pakar, arah kebijakan PPG, perspektif etika digital, refleksi pendidikan di era AI, lomba inovasi, hingga peluncuran buku, TING XVII 2025 kembali menegaskan bahwa deep learning bukan hanya tentang pendalaman konsep, tetapi tentang pembangunan peradaban pendidikan yang bermartabat, beretika, dan visioner.
FKIP Universitas Terbuka, bersama para pemangku kepentingan, meneguhkan komitmennya untuk terus melahirkan guru-guru profesional yang mampu membimbing generasi bangsa menjadi pembelajar sepanjang hayat dan warga digital yang bertanggung jawab.