Tangerang Selatan, 13 Juni 2025 – Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Terbuka menyelenggarakan sebuah seminar akademik yang menghadirkan kolaborasi tiga program studi: Mata Kuliah Umum (MKU), Program Studi S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), serta Program Studi S1 Pendidikan Agama Islam (PAI).
Seminar ini mengangkat tema “Perubahan Iklim dalam Perspektif Gender, Negara, dan Agama: Menuju Kesadaran Lingkungan yang Holistik” yang bertujuan mengajak peserta untuk melihat persoalan krisis iklim tidak hanya sebagai isu teknis, melainkan sebagai persoalan nilai, identitas, dan tanggung jawab bersama. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui Zoom dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube UTTV.
Antusiasme peserta terlihat dari jumlah kehadiran yang mencapai 332 orang melalui Zoom, dan sekitar 37 penonton melalui siaran langsung Youtube. Para peserta berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari dosen, mahasiswa, tutor, hingga masyarakat umum.
Dalam sambutannya, Dekan FKIP UT, Prof. Dr. Ucu Rahayu, M.Sc., menekankan pentingnya pendekatan lintas perspektif dalam membangun kesadaran bersama. Ia mendorong perlunya aksi kolektif yang bijaksana dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin nyata. Dalam suasana diskusi yang hangat dan reflektif, seminar ini menghadirkan lima narasumber dari latar belakang keilmuan dan pengalaman yang beragam. Sesi diskusi ini dimoderatori oleh Siti Utami Dewi Ningrum, S.S., M.A., dosen Prodi S1 PPKn Universitas Terbuka.
Gambar 1 Moderator Siti Utami Dewi Ningrum, S.S., M.A., dosen Prodi S1 PPKn UT, mempersilakan narasumber untuk menyampaikan materi
Dr. Phil. Dewi Candraningrum, M.Ed., pendiri komunitas Jejer Wadon, mengajak peserta memahami dampak perubahan iklim melalui kacamata ekofeminisme. Ia membagikan narasi perjuangan perempuan akar rumput dalam melawan perusakan ruang hidup dan pencemaran lingkungan, sekaligus menyoroti spiritualitas sebagai kekuatan untuk merawat bumi. Ia menyampaikan bahwa “Ketika kita mengabaikan peran perempuan dalam mitigasi bencana iklim, kita mengabaikan setengah dari solusi.”
Gambar 2 Dr. Phil. Dewi Candraningrum, M.Ed., menerangkan perjuangan komunitas perempuan Kendeng dalam mempertahankan ruang hidupnya
Hasrul Hanif, Ph.D., dosen FISIPOL UGM sekaligus Sekretaris Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM, menyampaikan pentingnya memperkuat kewarganegaraan iklim —sebuah konsep yang menempatkan warga sebagai pelaku utama perubahan, bukan sekadar penonton. Ia menekankan bahwa setiap warga negara memiliki hak sekaligus tanggung jawab dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta perlunya tata kelola lingkungan yang inklusif, adil, dan berpihak pada generasi mendatang. “Kewarganegaraan iklim adalah memastikan individu dan komunitas terlibat, bukan hanya menjadi objek dalam proses pembuatan kebijakan iklim, tapi berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,” ungkapnya dalam sesi yang memicu banyak refleksi dan tanya jawab.
Gambar 3 Hasrul Hanif, Ph.D menjelaskan bahwa solusi untuk krisis iklim harus adil dan inklusif, tidak boleh mengorbankan atau mengabaikan kelompok tertentu (termasuk mereka yang paling rentan atau terpinggirkan) dalam proses mitigasi atau adaptasi terhadap perubahan iklim
Dari FKIP UT sendiri, Dr. Achmad Anwar Abidin mengangkat nilai-nilai ekoteologis dalam ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan menghindari kerusakan di bumi sebagai bagian dari amanah keimanan.
Sementara itu, Sukirno Hadi Raharjo, S.Pd.H., M.Fil.H. menjelaskan filosofi keseimbangan dalam ajaran Hindu melalui konsep Tri Hita Karana, yang menghubungkan harmoni antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta. Ia mengajak audiens untuk kembali pada nilai-nilai lokal dan spiritual sebagai basis etika lingkungan yang holistik.
Melengkapi sesi, Juliana Simangunsong, M.Pd. menghadirkan refleksi dari perspektif Pendidikan Agama Kristen. Ia mengajak peserta untuk membangun kesadaran ekologis melalui nilai-nilai kasih, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap kehidupan sebagai ciptaan yang dipercayakan kepada manusia.
Gambar 4 Para narasumber dari FKIP UT menyampaikan pandangan keagamaan dan nilai-nilai spiritual dalam membangun kesadaran ekologis.
Seminar Akademik ini telah berhasil menghadirkan perspektif multi-dimensi tentang perubahan iklim, melibatkan aspek gender, negara, dan agama. Menutup sesi diskusi, moderator Siti Utami Dewi Ningrum, S.S., M.A. menyampaikan bahwa para narasumber tidak hanya berbagi wawasan, tetapi juga menanamkan keberanian dan mengingatkan kita semua akan pentingnya menjadi warga negara yang berdaya—yang sadar akan tanggung jawabnya dalam menjaga bumi dan mewariskan lingkungan yang lestari bagi generasi mendatang.
Melalui kegiatan ini, FKIP UT berharap dapat memperkuat komitmen sivitas akademika dan masyarakat luas dalam membangun kesadaran ekologi lintas iman, disiplin, dan generasi. Perubahan iklim adalah persoalan kita bersama, dan hanya dengan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif, kita dapat menjawab tantangannya secara adil dan berkelanjutan.